Kesiapan Humanitarian Logistics Indonesia dengan Melihat Kasus Gempa Filipina dan Pelajaran dari Jepang

Indonesia berada di pertemuan tiga lempeng besar. Kondisi ini membuat Indonesia sangat rawan gempa besar dan tsunami. Salah satunya adalah ancaman gempa megathrust di selatan Jawa yang dapat memicu tsunami tinggi dan merusak pelabuhan serta jalur distribusi (Adventari et al., 2021).

Di sisi lain belum lama ini terjadi gempa 6,9 magnitudo di Cebu, Filipina yang menewaskan puluhan orang dan melukai ratusan lainnya. Banyak bangunan dan infrastruktur rusak berat. ​Sehingga, pemerintah Filipina menetapkan state of calamity sesaat setelah gempa. Pemerintah mengerahkan berbagai lembaga, termasuk coast guard, untuk membawa tenaga medis, tim SAR, dan air minum ke pusat evakuasi. Maskapai domestik juga diminta membantu mengangkut barang bantuan secara gratis. Negara tetangga dan lembaga internasional juga mengirim tim SAR, bantuan medis, dan peralatan logistik.​

Namun banyak hambatan masih terjadi. Jalan rusak dan titik distribusi bantuan jauh dari pusat kerusakan. Kapasitas pengungsian terbatas sehingga banyak warga harus tinggal di tenda dengan sanitasi yang buruk. Koordinasi antara pemerintah pusat dan lokal juga sulit, terutama dalam 72 jam pertama yang sangat krusial untuk menyelamatkan korban.​

Indonesia menghadapi tantangan serupa. Penelitian di Surabaya menunjukkan bahwa kesiapan penampungan darurat baru mencapai sekitar 0 – 34 persen dari standar minimum. Standar ini mencakup air bersih, sanitasi, keamanan lokasi, dan akses distribusi (Irsya dan Pamungkas, 2021). Artinya, jika terjadi gempa besar, banyak titik penampungan mungkin belum siap digunakan.

Pengalaman gempa Palu tahun 2018 juga menegaskan masalah ini. Distribusi bantuan terhambat oleh jalan dan jembatan yang rusak. Koordinasi antar lembaga berjalan lambat. Moda distribusi alternatif seperti laut, udara, dan drone masih terbatas pemakaiannya (Satriawan, 2023). Kondisi ini membuat banyak bantuan terlambat sampai ke warga.

Di sisi lain, Jepang memberi contoh praktik yang lebih siap. Jepang memiliki jalur transportasi darurat dan rute alternatif yang sudah direncanakan sebelum bencana. Ketika jalan utama rusak, bantuan masih bisa bergerak lewat rute lain. Negara ini juga memiliki budaya mitigasi kuat melalui kegiatan seperti Bousai no Hi dan latihan rutin di sekolah, komunitas, dan kantor (Widiandari, 2021). Saat gempa Noto Peninsula 1 Januari 2024, Jepang memanfaatkan peta kerusakan real-time dan sistem informasi yang terhubung antar lembaga. Data ini membantu mengatur rute distribusi bantuan dengan lebih cepat. Studi geolokasi menunjukkan banyak warga mulai evakuasi hanya dalam 2–6 menit setelah gempa. Hal ini menandakan tingkat kesiapsiagaan masyarakat yang tinggi (板谷智也 & イタタニトモヤ, 2024).

Jepang juga memiliki banyak bangunan publik dan fasilitas evakuasi yang dirancang tahan gempa. Meski begitu, laporan masih mencatat kekurangan air dan sanitasi di beberapa lokasi pengungsian saat gempa Noto. Artinya, bahkan sistem yang sudah maju pun masih perlu terus diperbaiki (板谷智也 & イタタニトモヤ, 2024).

Dari tiga contoh ini, terlihat perbedaan kapasitas humanitarian logistics antara negara berkembang dan negara maju. Filipina dan Indonesia sama-sama rentan terhadap kerusakan infrastruktur, kurangnya penampungan yang layak, serta koordinasi yang belum optimal. Jepang menunjukkan bahwa infrastruktur yang maju, jalur distribusi alternatif, teknologi informasi, dan budaya kesiapsiagaan dapat menekan jumlah korban meski gempa sangat kuat.​

Untuk menghadapi ancaman megathrust, Indonesia perlu mengambil pelajaran ini. Beberapa langkah penting adalah memperkuat infrastruktur evakuasi dan penampungan darurat, memperluas moda distribusi darat, laut, dan udara, serta mengembangkan sistem informasi logistik terpadu (Adventari et al., 2021). Selain itu, edukasi dan latihan kebencanaan bagi masyarakat perlu digencarkan agar warga dapat bereaksi cepat ketika gempa terjadi (Widiandari, 2021).

 

 

 

 

 

 

 

 

Related Post

Bridging Technology for Humanity
Jl. D.I Panjaitan No. 128 Purwokerto 53147, Jawa Tengah – Indonesia

Telp : 0281-641629

WA  : 0812-2831-9222

Email : [email protected]

Website Official : ittelkom-pwt.ac.id

Website PMB : pmb.ittelkom-pwt.ac.id

Negara : Indonesia

Telp

WA

Email

Website Official

Website PMB

Negara

Fakultas Teknik Telekomunikasi dan Elektro (FTTE)

Fakultas Informatika (FIF)

Fakultas Rekayasa Industri dan Desain (FRID)

Bridging Technology for Humanity
Jl. D.I Panjaitan No. 128 Purwokerto 53147, Jawa Tengah – Indonesia

Telp

WA

Email

Website Official

Website PMB

Negara

Fakultas Teknik Telekomunikasi dan Elektro (FTTE)

Fakultas Informatika (FIF)

Fakultas Rekayasa Industri dan Desain (FRID)

Copyright ©2024 All Rights Reserved By Institut Teknologi Telkom Purwokerto

Secret Link